loading...
Polytron mengungkap fakta ilmiah mengapa baterai LFP pada motor listrik Fox Electric jauh lebih aman dari risiko ledakan dan kebakaran dibandingkan jenis lain. Foto: Polytron Indonesia
KUDUS - Ketakutan akan baterai yang meledak tiba-tiba bukan sekadar paranoid tanpa dasar, melainkan residu dari minimnya edukasi mengenai jantung pacu kendaraan masa depan ini.
Menjawab kegelisahan tersebut, Polytron mengambil langkah berani dengan menelanjangi rahasia dapur pacu mereka, bertepatan dengan momentum kehadiran motor listrik teranyar, Fox 350.
Tidak Semua Lithium Sama
Pabrikan elektronik raksasa asal Kudus ini tidak sekadar berjualan unit. Melalui edukasi, Polytron menegaskan bahwa keselamatan nyawa pengendara jauh lebih mahal daripada sekadar adu murah harga motor.
Hariono, CEO Polytron, dengan lugas membuka fakta bahwa komponen paling vital sekaligus paling kompleks dari motor listrik adalah baterai.
Di sinilah letak pertaruhan keselamatan yang sesungguhnya. Menurutnya, pasar kini dibanjiri oleh beragam jenis baterai litium, namun tidak semuanya diciptakan setara.
Banyak konsumen awam terjebak pada spesifikasi kapasitas, tanpa memahami kimia di dalamnya. Jenis baterai seperti NMC (Nickel Manganese Cobalt), NCA (Nickel Cobalt Aluminum), dan LCO (Lithium Cobalt Oxide) memang populer, namun menyimpan risiko.
Ketika jenis-jenis ini terbakar, mereka menghasilkan oksigen internal. Dalam rumus api, oksigen adalah bahan bakar utama. Akibatnya, api menjadi liar, membesar dalam hitungan detik, sulit dipadamkan, dan berpotensi memicu ledakan dahsyat.
“Polytron menerapkan standar pengujian setingkat internasional untuk memastikan setiap cell baterai aman. Standar ini mengacu pada UN 38.3 hingga ISO 26262 yang mencakup simulasi risiko kecelakaan,” ujar Hariono.
Sebagai antitesis dari risiko tersebut, Polytron menjatuhkan pilihan pada teknologi LFP (Lithium Iron Phosphate). Pilihan ini bukan tanpa alasan ilmiah.
Secara kimiawi, LFP memiliki stabilitas termal yang jauh lebih superior dan krusialnya: ia tidak memproduksi oksigen saat terjadi insiden termal. Sifat ini membuat api—jika memang terjadi—jauh lebih lambat merambat dan lebih mudah dijinakkan.


































